Kalau PSI mengalami suatu lonjakan, buat saya masuk akal karena ada di dalam fase sejarah.
Jakarta (ANTARA) - Pengamat politik Boni Hargens menilai meningkatnya dukungan kepada Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menandakan masyarakat butuh perubahan.
"Kalau PSI mengalami suatu lonjakan, buat saya masuk akal karena ada di dalam fase sejarah," kata Boni dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Rabu.
Menurut Boni, banyak pemilih mulai mencari wadah baru lantaran hilang kepercayaan akan institusi ataupun organisasi yang diduduki wajah-wajah lama.
Hal itu terjadi, kata Boni, lantaran para pemilih tidak merasakan adanya perubahan signifikan selama pemerintahan berlangsung.
"Orang mengejar perubahan, menuntut adanya perubahan. Bukan dalam hal-hal fisik saja, melainkan paradigma pembangunan," kata dia.
Perubahan inilah yang menurut Boni tidak dirasakan para pemilih yang mayoritas datang dari kalangan anak muda.
Di tengah kondisi seperti ini, lanjut dia, beberapa partai politik baru hadir dan dianggap masyarakat dapat menjanjikan perubahan itu, salah satunya PSI.
"Mereka ragukan kita orang dulu, institusi-institusi dulu yang mungkin sudah mapan, lalu mereka mencari tempat baru untuk menaruh kepercayaan mereka. PSI salah satunya, Perindo itu juga salah satu contoh," kata Boni.
Hal ini, lanjut dia, sebagai penyebab utama naiknya dukungan masyarakat kepada PSI di beberapa daerah.
Terkait dengan dugaan penggelembungan suara, Boni menilai kecurigaan itu bukan langsung ditujukan kepada PSI.
Boni mengatakan bahwa kecurigaan itu justru bermula dari sistem aplikasi penghitung cepat milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang belakang dianggap bermasalah.
"Kecurigaan itu dalam pengamatan saya, itu sebetulnya lahir dari aplikasi yang tidak trustworthy itu," kata dia.
Hal itu, kata dia, merembet ke dugaan bahwa PSI terlibat dalam kecurangan penggelembungan suara.
Baca juga: Bawaslu RI: Dugaan penggelembungan suara tidak hanya dialami PSI
Baca juga: KPU: Ketidakakuratan data tak hanya terjadi pada satu partai
Sebelumnya, Ketua Dewan Pembina PSI Grace Natalie menilai wajar adanya penambahan suara saat KPU melakukan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara Pemilu 2024.
Oleh karena itu, dia mengingatkan kepada semua pihak agar tidak tendensius dalam menyikapi penambahan suara untuk PSI.
"Penambahan termasuk pengurangan suara selama proses rekapitulasi adalah hal wajar. Yang tidak wajar adalah apabila ada pihak-pihak yang mencoba menggiring opini dengan mempertanyakan hal tersebut," kata Grace Natalie dalam siaran resmi PSI di Jakarta, Sabtu (2/3).
Grace menyebutkan berbagai kemungkinan masih dapat terjadi selama KPU masih merekapitulasi suara pemilih dalam Pemilu 2024.
Rekapitulasi suara sementara KPU menunjukkan PSI, partai yang saat ini dipimpin oleh putra bungsu Presiden RI Joko Widodo Kaesang Pangarep, memperoleh 3,13 persen suara dari pemilihan anggota DPR RI per Sabtu (2/3) pukul 12.00 WIB. Dalam periode waktu itu, suara yang terhitung mencapai 65,73 persen.
Dengan demikian, PSI hanya membutuhkan kurang dari 1 persen suara, tepatnya 0,87 persen suara, untuk dapat mencapai ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 4 persen. Jika berhasil mencapai ambang batas, kali pertama PSI dapat menduduki kursi DPR RI di Senayan.
Terkait dengan itu, Grace optimistis partainya dapat mencapai ambang batas parlemen.
"Apalagi, hingga saat ini masih lebih dari 70 juta suara belum dihitung dan sebagian besar berada di basis-basis pendukung Jokowi, tempat PSI mempunyai potensi dukungan yang kuat," kata mantan Ketua Umum PSI itu.
Pewarta: Walda Marison
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024